Postingan

Menampilkan postingan dari Oktober, 2010

Surat Kesembilan

Gambar
‘Orang berkarakter tidak akan gagal menerima segalanya’ (Dumbledore) (Seperti ungkapan Dumbledore kepada Harry Porter dalam suatu sceen di serial terakhirnya. Begitu juga dengan kita manusia. Bahwa kita punya karakter masing-masing yang akan membuat dunia lebih berguncang) Manusia mesin dalam gambaranku Akhir-akhir ini kalimat ‘manusia mesin’ seringkali bercokol dalam hidupku. Bukan hanya ketika aku menulis surat-surat ini. Istilah itu menjadi begitu familiar ketika aku duduk di sudut kayu. Aku duduk dan dia mengetukku, hingga akhirnya aku menemukan istilah itu di salah satu sudut kakinya. Tulisannya mungkin begini  ‘sedang musim manusia mesin’. Kebingungan-kebingunganku mucul ketika tulisan ini menyentil kakiku. Kalimat ‘sedang musim’ menjadi begitu menggelitik sekali. Dia menggerak-gerakkan ekornya. Lalu dia memanggilku. ‘hai, kau tak tau aku kan? Tapi kau akan menjadi seperti aku suatu kala. Suatu kala ketika kau tak mau lagi merasai.’ ‘apa maksudmu? Siapa kamu?’ aku pura-pu

Surat Kedelapan

Gambar
Aku ingin dikejar ketika aku berlari. Aku ingin ditanya kenapa aku pergi. Atau dipeluk ketika aku pergi. Ditanya kabar ketika aku pergi. Ini bumi milikku. Tak juga begitu. Kadang itu hanya perasaan ketika kita sedih saja. Ketika semua daya hanya dianggap sebagai pelampiasan saja. Dianggap tak berarti, apalagi bermakna. Tenang saja, itu tak harus begitu. Kita akan menangis ketika kehilangan. Bisa satu hari, satu minggu, satu bulan, bahkan satu tahun. Namun, Tuhan menciptakan satuan itu, untuk menguji kita. Setelah itu, kita akan sekuat baja. Karena bermakna benar-benar tak baik untuk kita. Kesedihan dan kebahagian hanyalah selaput dara tipis. Kadang aneh, kesakitan dimaknai sebagai kebahagiaan. Kecenderungan-kecenderungan akan tak terduga ketika hati terpaut hilang. Kelaparan, tangisan akan menjadi satu. Terasa sungguh lain dari biasanya. Air mata bukan terasa asin lagi. Karena dia kelelahan hingga terasa campa. Tulisan-tulisan indah serasa lebur. Tak berbekas. Karena hanya kata-kata

Surat Ketujuh

Gambar
Biarkan hatiku tetap begini, lalu biarkan juga tubuhku tak pernah berbohong, agar aku mampu membuat perempuan-perempuan percaya pada hati juga pada tubuhnya Ruangan ini menjadi saksi bagaimana aku berproses. Bagaimana aku pernah tersedan karenanya, bagaimana aku pernah tertawa ketika memilih bercak ungu didindingnya. Bagaimana aku pernah berpeluh keringat menghadapinya dengan cinta, dengan segenap hatiku. Ini bagian yang paling sulit. Ketika aku ingin dan aku tak mampu melakukan dengan segenap hati, dengan sepenuh perasaan yang sulit kuungkapkan. Biarkan saja hatiku begini. Biarkan saja aku teguh dan kuat menjalani ini semua. Biarkan saja aku tertatih-tatih. Agar aku mampu membuktikan bahwa aku perempuan sejati. Perempuan yang bertanggungjawab atas pilihan-pilihannya. Perempuan yang bertanggungjawab ketika tubuhku berkata tidak. Ketika tubuhku berkata tak ingin berbohong. Sudah kubuktikan aku mampu. Sudah kukatakan aku sanggup. Beri aku ruang, beri aku kepastian bahwa aku adalah b

Surat Keenam

Gambar
Filosofi Garam : Sebuah Etika Memandang Pribadi Aku selalu mengatakan bahwa garam adalah bagian dari hidup siapapun. Rasanya sangat asin seolah tak berharga. Namun itulah kita, setiap detik kita, kita bergantung dengan lainnya. Aku melambangkan garam dengan hidup kita. Setiap masakan tak mampu memberi ruh ketika garam kehilangan tahtanya. Setiap garam merupakan etika kita memandang pribadi orang-orang yang kita sayangi sebagai suatu hal yang sangat menakjubkan. Dengan segenap hati dan jiwa. Tanpa hiperbola atau eufemisme. Aku pernah membayangkan ketika garam pindah ke Pluto. Bagaimana aku mampu menjalani hidup ketika tanpamu. Bagaimana aku mampu menulis jika tanpamu. Bagaimana aku mampu melakukan apapun jika tanpamu. Tanpa tatapanmu, ataupun belaianmu di rambut pirangku. Begitulah garam. Setiap masakan akan hampa, jika garam menghilang. Begitulah garam. Setiap deburan ombak akan terasa hampa jika lautnya tak berasa kelat asin. Atau begitulah garam dalam tubuh kita, akan terasa aneh

Surat Kelima

Gambar
Tidak ada kebohongan yang berwajah tunggal Apapun itu. Kebohongongan selalu tak pernah sekali. Kebohongan satu dengan lainnya akan menjadi sebotol sistem yang bergelut menjadi rangkaian menyakitkan. Ini tentang kejujuran. Kebohongan dan kejujuran menjadi batas sangat tipis. Sejauh ini mereka sebuah hal yang sangat berbeda. Menjadi pilihan antara kiri dan kanan, atau depan dan belakang, atau atas dan bawah, ataupun menjadi baik dan buruk. Tapi semua hanya simbol, bukan bermaksud menstigma. Ini hanya persoalan pilihan. Tak mengapa. Tak ada yang salah. Yang ada hanya antara konsekuensi dan resiko. Kita tak butuh mempercayai apapun itu. Kecuali dengan keyakinan yang lebih. Keyakinan membutuhkan perasaan yang mendalam. Kau tau, begitulah aku menyakinimu. Bahwa antara kebohongan dan kejujuran diciptakan untuk kita menyakini sesuatu dengan sungguh-sungguh. Jika kebohongan kau lakukan untuk menyakiniku berarti, maka bersiap-siaplah kita akan hidup dalam rangkaian kesemuan yang ada. Dan ki

Merasai…

Gambar
(untuk kehidupanku akhir-akhir ini) Kau harus lihat dengan hatimu, baru kau merasai… Cinta, kehidupan datang dengan tiba-tiba. Kadang-kadang tak seperti yang kita pikirkan. Menjadi sebuah alat ataupun alibi untuk memalsukan hati. Kau harus lihat, terkadang aku mampu tersenyum walau ucap kata menyakitkan datang. Aku tak biasa begini. Menjadi tempatmu, tapi tak pernah kau rasai bahwa ini adalah sebuah sisi lain dari sudut hati. Tak pernah terpikir untuk menyakiti. Kejujuran yang terucap bukan untuk melukai. Bukan juga menjadi alasan untuk melukaiku. Aku hanya perempuan biasa, yang punya hati dibalik kemegahan kerasionalanku. Dibalik kegagahanku sebagai manusia luar biasa. Setitik pengertian saja… Jika kau melihatku dan ingin meninggalkanku. Jangan pernah kau berucap didepanku. Lepaskanlah…. Jangan pernah sakiti. Cuma air mata yang akan tumpah. Tanpa mampu aku berucap. Tanpa mampu aku berikrar. Sudah kujelaskan dengan jujur semuanya. Sudah kukatakan bahwa aku kesepian. Hanya i

Surat untuk Sahabat Lama

Gambar
  (ungkapan kecil, ini sudah lama terpendam) Saat menuliskan surat ini aku diselingi beberapa lagu, yang akhir-akhir ini seringkali menjadi warna dalam hidupku. Lagu Sherina terbaru, pergilah kau juga ikut menemaniku. Lagu ini bukan cerita tentang siapapun. Aku hanya menyukai suara penyanyinya yang merdu. Aku jadi mengingat beberapa kemarahanku kepadamu. Aku tau, dalam kemarahan yang pernah kau luapkan padaku, menjadi sangat bias dan tak terlukis dengan baik. Aku tak tau apakah  itu semua karena kedalaman perasaanmu padaku. Ataukah karena kau tak mampu melukiskannya dengan baik. Aku hanya ingin bilang tak ada lagi perasaanku. Perasaanku tentang kamu. Kalimat yang sering kuucapkan kepada semua orang yang kusayang. Dan pernah kau cemburui dengan sangat dan tak boleh aku ungkapkan kepada semua orang.  Aku tak mau lagi mengingat itu. Itu tentang aku, bukan tentang kalimat yang tak kau sukai. Ini sungguh berbeda. --- Sungguh,  aku tak ingin la