Postingan

Menampilkan postingan dari 2011

Kenapa harus dibawah kolong jembatan

Kenapa harus dibawah kolong jembatan… Kenapa harus ada kemelaratan di kolong jembatan.. Kenapa harus ada sudut kejahatan di kolong jembatan.. Kenapa harus ada anak kecil di kolong jembatan… Berteriak….menangis…memegang kerincingan.. Kerincingan yang sengaja dibuat bukan untuk bermain.. Bukan karena kreasi… Tapi karena kemelaratan.. Karena butuh sesuap nasi… Hanya menyambung hari itu juga… Untuk berfikir berkreasipun tidak… Apakah dia tidak penat??? Apakah dia tidak merasa muntah, mual dengan bau-bau yang tak sedap.. Sedangkan kita diatas jembatan Sedang melewati diatas mobil mewah.. Berpajak murah.. Kita dengan bangga menaiki baja-baja buatan Jepang.. Arrrrghhhhhhhhhhhhh………. Bisakah kita merengkuhnya… Bisakah kita mengajak mereka menaiki baja-baja tersebut??? Bukan karena bisnis tri in one… Kita memberi mereka pekerjaan…. Menyekolahkan anak-anak mereka… Uuuuuuuuuuuurrrrrrrrggggggggggggggghhhhhhhhhhhhh……………. Siapa mereka???? Peduli apa aku???? Lebih baik aku b

Kau seperti Vanesa Mae dalam I’m a Doun for Lack O’johhnie

Gambar
Bengkulu, 4 februari 2009 Dalam lagu klasik yang kudengar pagi ini.. Mengalun dan berirama… Berdetak bersama-sama… Bahasamu tak kumengerti.. Namun alunanmu seperti bergerak dengan langkahku Berdetak-detak Berdentum dentum Seperti menyayikan lagu garuda Pancasila dalam setiap upacara pagi sekolah Merdu Menimbulkan semangat Huhu…huhu… Denting biola seperti tak bergesek Berdenting indah seperti harpa Menusuk dalam jiwaku Merasuk dalam otakku.. Kau akhiri lagumu dengan bergelora Sehingga ingin kuulangi   lagi.. Lagi… Sekali lagi…. Tiga kali kuulangi vanesa mae-ku Bahasamu tak kumengerti.. Namun, semakin tak kumengerti semakin aku menyukai lagumu… Benar-benar kau seperti Vanesa Mae dalam dalam I’m a doun for lack o’johhnie Kubacakan dengan lagu itu di suatu pagi..

Cerita Akhir Tahun

Gambar
Akhir tahun ketika masanya habis, dan kujumpai juga perasaan menjadi perempuan yang sesungguhnya. Ketika aku merasakan tempat yang lain bersama tubuhku utuh. Aku tak menyangka rumah kecil ini akan melupakanku pada semua hal yang membebaniku. Memberiku arti lain, dan menjadikan aku seorang perempuan. Ketika kataku lugas memanja, ketika tubuhku tegas bersuara dan ketika pertentangan-pertentangan hadir di semua sisi. Inilah hidup. Sudah kusimpan semuanya, rapat. Tak ada satupun cara yang mampu membuka. Ketika aku mengingatpun, aku hanya biasa saja. Kusimpan di palung dan dalam air yang deras. Dan aku tak ingin bersuara lagi ketika melihatnya. Seperti ungkapan Delgo, masa lalu itu memang ada, tapi inilah hari esok. Akupun melupakannya dengan biasa saja. Seolah tak terjadi apa-apa. Inilah rumah. --- Suara-suara lain datang menghampiri. Ketika laki-laki bertubuh jangkung dan berambut ikal. Laki-laki berbahasa Perancis yang aku sukai matanya, laki-laki kurus memanja yang membuatkanku susu