Postingan

Menampilkan postingan dari November, 2010

Mengenai Kata ‘Maaf’

Gambar
Suatu sore, empat belas tahun silam Ketika itu aku hanya berdua saja dengan saudaraku. Aku sering kesal tingkah lakuknya yang diluar batas. Kala itu, dia menggangguku dengan menarik-narik rambutku. Dengan sekuat tenaga aku membalas memukulnya menggunakan ganggang sapu. Hingga dia menangis menjerit. Itu tak sengaja kulakukan. Dan dia hanya diam saja sambil menangis menjerit. Ingin kupeluk dia kala itu, ingin kukatakan kala itu kata ‘maaf’ yang sangat dalam dan kujeritkan bahwa aku menyesal. Tapi dia hanya mampu mengunci kamarnya dan diam kepadaku. Aku hanya kebingungan dan menyesali yang terjadi. Tak terucap kalimat maaf sedikitpun kala itu, hingga dia dewasa saat ini. Mungkin saja kala itu kami masih anak-anak. Hanyalah bocah, yang tidak akan mengingat kejadian itu. Tapi tidak denganku. Seumur hidupku, aku sering menyesali kejadian itu. Saat itulah titik ketika aku gagal menjadi seorang saudara. Ketika aku tak mampu mengatakan ‘maaf’ untuk hal yang kulakukan dengan sadar dan menyakit

Surat Kesepuluh

Gambar
Dalam kelaparan, kita akan tau bagaimana menghargai setiap bulir keringat yang diperah untuk hidup kita. Banyak cara untuk menghargai. Manusia-manusia ceremonial adalah manusia wacana.   Kelaparan bukan hanya menusuk perut kita. Jantung serasa berhenti berdenyut. Darah tak mau lagi mengalir. Mata kadang melotot keluar. Amarah memuncak. Menjadi pencuri, menjadi perampok menjadi manusia mesin. Hingga korupsi, kolusi, nepotisme berawal dari sini. Bukan bermaksud menyederhanakan. Begitulah adanya. Dalam kelaparan yang sangat menghantui, pikiran menjadi sangat rumit. Tak tau mengadapi pola hidup yang bagaimana. Tak dapat dimengerti hidup itu seperti apa. Semua tertarik meruntuhkan bangunan kokoh kekuatan dalam hati. Hanya mereka yang mampu kuat. Hingga mampu melahirkan sebuan karya lain, dalam kelaparan. Semangat seakan bukan sebuah santapan siang yang lezat. Kelaparan hanya titik kepiluan, bukan akhir dari suatu zaman. Dan merubah pola semangat menjadi pola keanehan, bukanlah suatu ak

Surat untuk Kartini

Gambar
Pluto, 31 Oktober 2010 Dear Kartini, Aku hanya memandangi semua foto dengan tersenyum. Setidaknya sedikit kepuasaan dari apa yang kulakukan. Apa yang pernah kuinginkan, pernah kulakukan dan pernah kutinggalkan pada deretan jutaan pixel yang ada. Kehilangan itu sesuatu yang pasti. tapi ini bukanlah dari sebuah akhir. Ini sebuah awal yang baru. Menjadi manusia baru dan tetap menjadi sesuatu yang tak ingin ditinggalkan. Seoonggok surat-surat lahir. Kesemuanya bernafas mengenai kesetaraan. Semuanya memandang dan menginginkan kesetaraan, hingga seluruh jiwa yang ada diserahkan sepenuhnya. Ini lahir, bukan hanya dari pengalaman saja. Tapi ini lahir dari perahan-perahan keringat yang menyucur. Lahir dari pertengkaran-pertengkaran kecil yang seru. Lahir dari ejekan-ejekan atas pilihan yang lain. Hingga akhirnya memilih lagi. Saat surat-suratmu terkirim ke Julia Kristeva, aku serasa menjadi dirimu. Kembali ke abad lampau, dan membayangkan bahwa saat itu hidup lebih keras dari saat ini. tap