Chapter 1

Malam tak belagak seperti biasanya. Di sudut ruang ada sesosok makhluk unik ini lagi. Berdiri dan duduk disudut dengan tumpukan novel setebal mata memandang. Matanya tak liar, semuanya tak salah, namun ada seberkas didalam dirinya yang membuatku menatap pedas ke arahnya ketika malam datang. Malam-malam penuh suasana baginya, mengarungi mimpi-mimpi yang ingin digapainya. Malam juga dunia katanya, dimana separuh hidupnya dihabiskan untuk mengerjakan hal-hal yang sangat esensial. Dalam kelelahan yang sangat, dia memaksa matanya untuk melahap mentah-mentah santapan malamnya yang kadang melebihi batas.

Sesekali aku menatapnya lalu aku membuang muka ke arah lainnya dan sibuk dengan kegiatanku sendiri. Lalu aku membuat air yang kukeluarkan dari gallon bercat merah, dengan mencelupkannya kedalam kertas lunak penampung daun-daun yang diiris. Sesekali juga dia menatap dan meminta daun-daun yang diiris masuk kedalam bulatan wadahnya.

Dia tak pernah bereaksi. Aku hanya menaruhkan butiran kaca bergagang lalu aku melihatnya menghirup dengan melupakan kelelahan yang timbul dalam bola-bola coklatnya. Kadang dia terlihat terlalu kasar dalam menghirup butiran kaca ini. Namun, aku menikmati setiap hirupan yang diulanginya berkali-kali. Hingga aku terlelap, tiada yang berubah. Dan mungkin ini lebih tenang untuk permulaan kecemasan yang kau timbulkan.

###

Malam ini dia duduk lagi seperti biasa, tak ada yang berubah. Aku tak mampu mengubah posisi duduknya, karena kau tak ada daya kali ini. Yang sebenarnya memang aku tak pernah mengubah posisi duduknya kali ini. Aku akhirnya terpesona dengan cara duduknya dan melanjutkan rutinitas malamku. Aku terbahak-bahak didepan bacaannya tanpa kadang berbicara bagaimana, namun aku tak pernah peduli. Aku sibuk dengan beberapa rutinitasku yang kadang sangat menyita waktuku. Anjing-anjing sering sekali menggonggong namun aku tak mampu menjawab bagaimana mereka bisa berbunyi. Melonglong-longlong seolah-olah ada yang tertinggal di kerongkongan, tak bisa ditolong. Aku terpaku lagi depan tulisan dalam novel tebalnya. Aku tak lupa setiap kali tulisan dalam sampul novelnya.

“tolong buatin aku minum” pintanya

“Oh, ya”

Aku bergegas menghidupkan box mungil hebat yang mampu membuat air hujan menggelegak angkuh. Tak kuhiraukan tatapannya yang menguntitku dengan tajam. Aku melihatnya, namun tak hiraukan. Aku tak peduli, aku telah menikmati setiap jengkal kebisuan yang dibina sejak awal. Kutuang bulir-bulir bening dalam segelas kebisuan lagi. Dan aku meletakkannya sembarang di dekat kakinya. Aku melenggos pergi sibuk dengan urusanku malam ini. Aku terhanyut dalam buaian keindahan tampilan potongan-potongan pixel diriku yang dicrop dari sudut yang sangat berbeda. Aku sangat menikmati setiap potongan jutaan pixels yang ada. Aku tak mampu tau kau sedang berfikir apa. Kau seperti terancam dari tempat dudukmu. Namun aku tak mampu untuk merengkuhmu. Tak ada terbersit sedikit keberanian untuk itu. Dan aku menghanyutkan diri dalam jutaan pixels yang terpotong katamu. Dan aku melirikmu, memastikan kau baik-baik saja malam ini.

Longlongan anjing semakin kuat, dan kau gelisah. Aku tau, kau takut sekali kali ini. Tapi aku tak mau kau hidup dalam ketakutan sepertiku. Sakit sekali ketakutan itu. Kau harus berani.

###

Kukupas beberapa bulatan lunak, kau diam saja, tersenyum dan melihatku menahan geli. Aku bingung apa yang salah, aku tak mampu berkata apa-apa, namun kukeluarkan mimik bingung, ku tak mengerti. Aku melumat sendiri bulatan lunak pemberianmu, aku tak mengerti apa maksudmu. Kau tiba-tiba mengambil bulatan lunak dan menelanjanginya dengan sangat saying. Kau telanjangi bulatan lunak, tanpa meninggalkan sehelaipun benang dalam tubuhnya.

Aku tak bergeming dari kotak ajaib yang berbicara, dan terpaku dalam buliran-buliran yang tak terhitung jutaan pixels didalamnya. Aku selalu menikmati kesendirian yang aku punya. Ketakutan yang menohokku ketika aku ingin berbagi denganmu di sudut malam-malammu. Apalagi kau sangat suka sekali memikirkan bagaimana jalannya dapat ada dan kau dengan mudah dapat menghapalnya. Aku tak tau kapan mampu menikmati setiap malam-malam.

Kau memaprasnya dengan penuh gejolak, menendang lautan dan mengabaikan tumpukan novelmu kali ini. Aku tak tau bagaimana kau mampu memaprasnya dengan penuh gejolak. Akankah aku mampu melakukan hal yang sama. Dan menemukan indahnya sayatan dalam setiap paprasan tanganmu. Aku menolak untuk tau tapi aku meyakinkan diri bahwa kau sedang tidak main-main kali ini. Kau menyodorkan potongan-potongan paprasanmu, dan menawarkannya dengan matamu. Mataku tak lepas darimu kali ini, dan aku menguyah dengan sangat pelan potongan-potongan paprasan indah yang kau buatkan. Kau larut lagi dalam tumpukan novel-novelmu.

Aku menikmati potongan-potongan paprasanmu sendiri. Aku seperti bermasturbasi dalam indahnya kunyahan yang kutelan dengan lumat-lumat. Tak ada yang istimewa namun bergelora, bergairah dan menjadikan aku terhanyut dalam kunyahan-kunyahan yang istimewa kali ini. Kulirik sedikit malammu, namun setelah itu kau acuh tak juga menikmatiku. Aku juga sepertinya tak mau beranjak dari posisiku, dan menebak malam yang ada. Ada apa denganmu. Kenapa aku tak mampu membawa suasana yang ingin kubangun sendiri. Yang ingin kurancang dan kubangun sendiri dengan bahan-bahan pilihan dari took-toko terpercaya. Aku juga tak mengerti mengapa aku ingin membangun sendiri dengan tanganku denganmu, walau aku tak mampu.

Kau tetap tak bergeming melihatku juga tak bergeming. Aku rasanya ingin menyerah, namun bilik kamar kiriku tak ingin membukakan pintunya. Malah membangun dengan keras tembok-tembok disamping kiri dan kanannya. Dan aku mengikuti saja. Perjalannya rasanya terasa begitu membautku haus, dan membuat aku mati rasa. Berjuta-juta kilometer aku tempuh, tapi aku tak melihat semua tentangmu. Kau sangat kacau bagiku. Aku mengamuk dan memukul tembok kiriku hingga tanganku berdarah.

“Sayang, tidurlah sudah malam. Aku juga capek. Aku pulang ya.”

“ya”

Dan hanya kata itu yang mampu kuucapkan. Dan aku menutup pintuku.

“hati-hati sayang”

Dan kuintip buntuk sepedamu, hingga ujung gang dan hingga suara sepedamu menderu menyatu dalam kegelapan malam. Kutunggu hingga beberapa waktu. Aku Cuma memastikan kau baik-baik saja hingga sampai rumah. Dan aku terlelap tanpa kabar tentangmu, tapi aku yakin kau baik-baik saja.

Malam-malam datang sesungguhnya dan menuai makna yang sesungguhnya, ketika aku sangat mencemaskanmu, menunggu kabarmu, sampaikah kau dirumah dengan aman.

Aku tak mau kau kenapa-kenapa. Kecemasan ini sangat menyiksaku. Walau kutahu kau aman. Doaku ada selalu untukmu.

###

Aku ingin kau tak terpaku pada tumpukan novelmu malam ini. Kau datang dan duduk disudutmu tidak membawa novelmu malam ini. Aku heran tapi aku mencoba memahami bahwa mungkin kau ingin melakukan hal-hal lain dalam malam-malammu denganku. Aku menunggu saja, dan kupastikan hatiku akan bahagia malam ini. Ataukah kupastikan bagaimana malam ini akan datang sesungguhnya. Aku membuka malam ini dengan kebiasaan yang tak pernah kulupa. Aku menawarkan secangkir buliran-buliran merah yang kuseduh dengan perasaanku. Dan aku meninggalkanmu larut dalam cerita-ceritamu. Aku tak tau kenapa aku tak mampu mengungkapkan dalam kata mengenai malam-malamku. Aku tak mau kau tau.

Kuurungkan lagi setiap patahan makna malam yang kujumpai ketika sepedamu ada di ujung gang. Aku menikmati ocehanmu yang ada. Kau bercerita sangat lama, tanpa meminta pendapatku. Dan aku mendengarkannya dengan sangat hati-hati. Kau kah itu yang ada dalam ceritamu? Aku layaknya bertanya-tanya. Kau suguhkan apa dalam malam-malammu kepadaku jika kau begitu. Itukah.

Kau menceritakan sebuah teks yang mempunyai serabut untuk berdiri lalu seonggok serat-serat miring yang kokoh. Ditunjang dengan serat-serta miring yang bertaburan seperti bintang. Dan didasarkan pada ribuan klorofil yang tak mampu kuhitung. Aku benar-benar terpana dalam lingkaran ceritamu. Kau juga mengatakan ada keindahan yang tak terkira ketika klorofil mengeluarkan anakan bulir-bulir berwarna yang sangat cantik, sehingga dapat memperindah cabang-cabang yang terpana. Kau juga melukiskan bagaimana menghirup udara pagi yang kusuka dan membuat hidung kita tersedak puas. Lukisan itu sangat abstrak dan kau menyukainya sesungguhnya. Kau menutupinya dengan alasan lain dan keindahan lain yang sangat memaksaku untuk mencarinya sendiri.

“honey, makan yuk, aku lapar”

“yuk, aku juga lapar”

Kau menutup kalimatmu dengan ajakanmu. Dan kita terbuai dalam santapan kelaparan. Sebenarnya kelaparan ini membuatku bertanya-tanya, benarkah aku lapar? Benarkah aku hanya menggunakan kelaparan ini untuk melihatmu sepuasku dan memanfaatkannya sebagai alat untuk membicarakan hal-hal penting dalam kehidupan kita. Tapi tetap saja lidahku kaku, kelu dan menjadi malam yang seperti biasanya. Selalu dan berulang.

Aku pulang dan tertidur dalam pangkuannya. Aku tau dia menutup pintu pelan-pelan agar aku tak terbangun dari tidur pulasku. Kutau pelan-pelan dia menuruni sepeda, agar aku tidak terbangun. Dan ketika dia pergi aku sadar, ada yang salah dengan inisiasiku gumanku. Ada yang terlewatkan dan aku tak mampu membacanya secara lebih jernih. Saat ini aku benar-benar tak mampu mencari kedudukan yang sebenarnya ada didepan mataku.

Dia menunjukkan cara menghargai tidurku. Dari sekedar menghargai cara tidur, itu sudah membuatku cukup bukti. Bukti yang sangat nyata dan konkret, bukan bualan semata. Dia juga menyeretku kedalam sebuah pembuktian yang tak mampu dieksplisitkan oleh cara-cara implicit. Malam-malamnya dihabiskan untuk bercinta denganku. Dan aku tak mampu melihatnya secara nyata saat itu. Membaca novel setumpuk mata untuk menceritakan ulang padaku. Karena aku bermasturbasi dengan aktivitasku. Dan dia menyediakan waktu untukku dengan aktivitasnya yang diulang denganku.

Lalu, masalah menunggunya, mencemaskannya adalah bagian dari aku mencintainya. Biarlah dia tidak tau dan malam-malam menyiksaku. Tapi inilah cinta. Aku ingin bercinta dengannya sepenuh hati. Dan inilah caranya. Cinta itu masuk dan merasuk, terserah bagaimana caranya. Antara suka dan tidak suka menjadi kabur. Bahkan menjadi cara untuk membenarkan yang ada.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Persiapan SIMAK UI untuk Magister/Pascasarjana

Pertunjukan Perempuan-Perempuan Chairil