Pertunjukan Perempuan-Perempuan Chairil

Prolog gak penting :) 
Minggu lalu menjadi parade menonton teater bagi kami berdua. Hari Sabtu aku menjadwalkan menonton Teater Koma dengan judul 'Sie Jin Kwie, melawan Siluman dari Barat'. Sedangkan Minggu menonton Perempuan-Perempuan Chairil yang diproduksi oleh Titimangsa Foundation.

Aku pernah bercerita dengan suami betapa bahagianya bisa menonton banyak pertunjukan hidup, baik teater, musik, tarian dalam hidup, dan aku berencana menikmati pertunjukan ke pertunjukan hingga tua nanti. Sebenarnya orang yang paling bahagia dan sangat excited dengan pertunjukan adalah suamiku. Dia adalah orang yang bisa berkomentar sangat pedas dan sangat detail melihat pertunjukkan.

Awalnya tahun 2014 kalo gak salah, aku mengajak suamiku menonton pertunjukan teater Koma di Graha Bakti Budaya, Taman Ismail Marzuki. Waktu itu kami masih tinggal di Bengkulu dan memang  berniat datang ke pertunjukan itu setelah berkunjung ke dokter Achmad Mediana. Dalam pertunjukkan 4 jam tersebut tidak sama sekali suami mengantuk sekalipun. Padahal pada waktu itu, tubuh letih setelah seharian di rumah sakit. Pertunjukannya berjudul 'Blubard Blubard Blubard', dan suami pulang dengan aura bahagia karena menonton pertunjukan yang luar biasa bagus dan sejak itu suami paling suka kalo diajak nonton.

Nah kali ini aku akan memulai pertunjukan paling terbaru yang aku tonton. Sebenernya dari dulu niat menuliskan setiap pertunjukan yang aku tonton. Tapi mood nulis seringkali males menghampiri. Hahaha... Penulisan ini bukan untuk menjatuhkan seseorang, melainkan penulisan ini adalah bentuk ekspresi seni seorang yang sangat mengagumi kesenian.


Inilah dia Perempuan-Perempuan Chairil (ala-ala pembukaan teater gitu)

Dengan judul 'Perempuan-Perempuan Chairil', kita sudah mampu menebak sebenarnya apa yang akan diceritakan oleh pementasan kali ini. Pertunjukan ini menunjukkan hubungan asmara Chairil dengan empat orang perempuan dengan karakter berbeda. Selain hubungan asmara, pertunjukkan ini menyajikan wawasan sejarah mengenai dunia kepenulisan era sebelum kemerdekaan, bahkan di masa penjajahan Belanda dan Jepang.


Pemain dan Tim
Reza Rahardian sebagai Chairil Anwar
Marsha Timothy sebagai Ida Nasution
Chealsea Islan sebagai Sri Ajati
Tara Basro sebagai Mirat
Sita Nursanti (RSD) sebagai Hapsah
Sri Qadariatin sebagai perempuan malam
Indra Jatnika sebagai Affandi

Produser : Happy Salma
Sutradara : Agus Noor
Penulis Naskah : Agus Noor, Hasan Aspahani, Ahda Imran
Pengisi lagu : White Shoes & The Couples Company

dkk ya :)

Siapa yang memproduksi? 
Titimangsa Foundation, organisasi nirlaba yang bergerak dibidang budaya. Didirikan oleh Happy Salma dan Yulia Ervina Bhara pada Oktober 2007. Titimangsa bekerja sama dengan Plotpoint, perusahaan berbasis riset dan pengembangan cerita untuk menghasilkan kreator dan konten berkualitas.

Sinopsis
Cinta dan perempuan bagi Chairil adalah inspirasi, juga tragedi yang membuat hidupnya terempas, terlepas dan luput. Lakon ini terdiri dari empat babak, yang menggambarkan hubungan Chairil dengan empat perempuan, yakni Ida , Sri, Mirat dan Hapsah.

Ada banyak perempuan dan nama berlintasan dalam hidup dan sajak Chairil Anwar, tapi empat nama ini istimewa, mereka menggambarkan sosok perempuan zaman itu. Ida Nasution adalah mahasiswi, penulis yang hebat, pemikir kritis dan bisa menyaingi intelektualisme Chairil ketika mereka berdebat.

Sri Ajati, juga seorang mahasiswi, bergerak di tengah pemuda-pemuda hebat pada zamannya. Ikut main teater, jadi model lukisan, gadis ningrat yang tak membeda-bedakan kawan.

Sumirat, juga seorang terdidik yang lincah. Tahu benar bagaimana menikmati keadaan, mengagumi keluasan pandangan Chairil, menerima dan membalas cinta Chairil dengan sama besarnya tapi akhirnya cinta itu kandas.

Lalu akhirnya, Chairil disadarkan oleh Hapsar, bahwa dia adalah laki-laki biasa. Perempuan yang memberi anak pada Chairil ini begitu berani mengambil resiko mencintai Chairil karena tahu lelaki itu akhirnya akan berubah, meskipun terlambat, tapi ia tau Chairil menyedari bahwa Hapsah benar.

Empat perempuan yang tak sama, empat cerita yang berbeda. Tanpa mengecilkan arti perempuan lain, tapi lewat certa empat perempuan ini kita bisa mengenal sosok Chairil, juga dunia yang dikehendakinya, serta zaman yang menghidupi dan dihidupinya.

Pandangan Pribadi sebagai Penonton

Lokasi
Lokasi pertunjukan di Teater Besar Taman Ismail Marzuki. Aku kurang suka sama tempatnya karena harga tiket menunjukkan kelasnya bener. Ruangannya besar tapi antara kelas 2 dan 3 jauh sekali, dan diantara dinding ada besi penghalang yang menyulitkan penonton melihat ke arah panggung bawah. Kemarin duduk di depan kelas 2, agak pegel bener maju biar bisa liat Reza Rahardian.

Tiketing
Dua kali berburu tiket Titimangsa agak ribet. Memang mereka memohon maaf atas sulitnya membeli tiket di web tapi tetep saja bikin deg-degan. Bahkan konfirmasi pembayaran saja aku harus menunggu 1 minggu lebih. Bagi yang ingin menonton mending beli di blibli.com atau loket yang bekerjasama dengan Titimangsa, daripada di web Titimangsa. Kalo nonton teater gak bisa beli tiket instan ya, ada jadwal pembelian tiket. Biasanya 1-2 bulan sebelum pertunjukan.

Pelayanan
Kalo soal keramahan, tim Titimangsa memang ramah. Waktu tiketku bermasalah dengan sistem web mereka aku dilayani dengan baik kok. Penyambutan di depan pintu masuk juga baik, terutama liat mba mba cantik gaya retro, enak aja mata memandang.

Pertunjukan
Hal pertama yang ditanyakan oleh suami adalah : siapa yang menulis naskah? Suamiku bener-bener detail. Kenapa? Karena dalam sebuah pertunjukan bukan hanya talent saja yang menjadi titik poin, melainkan kekuatan naskah. Lakon yang diperankan dengan naskah yang kuat akan mengalahkan semuanya kata suamiku.

Pertunjukan ini berdasarkan hasil riset lapangan penulis naskah dengan diskusi dengan keluarga Chairil, yaitu anak kandung Chairil satu-satunya, Evawani Chairil Anwar. Pertunjukkan ini menampilkan bagaimana kisah hidup Chairil dari berbagai perspektif perempuan-perempuan yang hidup di sekelilignya. Sekaligus menampilkan kisah asmara, kehidupan dan karakter Chairil dalam kesehariannya.

Pertunjukan ini dibagi beberapa adegan, namun garis besarnya adalah empat adegan dengan empat perempuan berbeda dalam kehidupan Chairil. Aku paling terkesan dengan lakon Hapsah dan Ida Nasution. Dimulai dengan  lakon pembuka dimana Chairil bicara tentang dunia dalam puisi dan dirinya, betapa Chairil muda ingin bebas berkarya ditengah pergolakan kemerdekaan RI. Ia ingin menjadi penulis yang tak ingin terpengaruh gaya penulisan sastra lama.

Chairil dan Ida Nasution. Dalam lakon ini, Ida dan Chairil memperdebatkan mengenai Chairil yang tidak datang dalam suatu acara sebuah penghargaan dan Ida dengan tegas mengungkapkan bahwa betapa tingginya ego Chairil dalam bekarya. Lakon ini menampilkan betapa Chairil mencintai Ida yang sangat tegas, cerdas dan berkarakter kuat. Ida tak pernah terjebak dalam rayuan Chairil, namun mereka saling terikat satu sama lain. Aku suka karakter Ida yang dibangun dalam lakon ini, sayangnya Ida tidak pernah ditemukan lagi. Ida kemungkinan mati dibunuh tentara Belanda yang mencurigai Ida sebagai mata-mata yang membantu pergerakan kemerdekaan. Chairil sangat terpukul dengan kematian Ida.

Chairil dan Sri Ajati. Sri Ajati adalah perempuan cantik yang memiliki hati yang sangat lembut. Ia penyuka seni pertunjukan dan juga aktif di berbagai kegiatan kampus. Hubungan Chairil dan Sri sangat unik. Mereka sering datang ke berbagai pesta dan berdansa, ataupun menonton bioskop berdua sehabis latihan teater. Sri perempuan yang sangat tau bahwa Chairil tak pernah ingin terikat dengan pernikahan, sehingga ia memutuskan untuk meninggalkan Chairil dan menikah dengan seorang dokter.

Chairil dan Mirat. Mirat pernah hidup bersama Chairil dan menyokong seluruh kehidupan Chairil. Namun, orang tua Mirat selalu menuntuk pernikahan antara Chairil dan Mirat. Mirat selalu dalam kebimbangan antara membahagiakan orang tua atau terus hidup dengan Chairil, laki-laki yang sangat dicintainya. Mirat pernah memutuskan untuk terus hidup dengan Chairil, tapi akhirnya ia sadar bahwa Chairil tak pernah melupakan Ida ataupun Sri dengan sungguh-sungguh. Chairil juga tak pernah menginginkan pernikahan, karena Chairil menganggap pernikahan adalah hubungan yang membuatnya tidak bebas. Mirat melepaskan Chairil, melepaskan untuk mencintainya lebih dalam. Mirat, perempuan paling menyedihkan menurutku, ia tak bernar-benar dicintai oleh Chairil.

Hapsah, adalah istri sah Chairil yang memberinya anak yang bernama Evawani Chairil Anwar. Seorang perempuan kampung, yang tidak mengerti arti sebuah puisi, bahkan kata sastra terdengar asing baginya. Perempuan yang memimpikan Chairil mampu memberinya nafkah selayaknya laki-laki lainnya. Namun tak pernah dilakukan Chairil sekalipun. Hapsah, hanya seorang perempuan yang memiliki status istri Chairil, namun sesungguhnya Chairil tak pernah benar-benar menginginkannya. Hapsah, perempuan satu-satunya dalam hidup Chairil yang tak pernah dituliskan dalam sebait puisi-pun.  Perempuan yang bertanya 'kenapa tidak ada satupun puisi mengenainya ditulisan Chairil?'


Chairil Dalam Kacamata Penulis
Chairil Anwar, lahir di Sumatera Utara, anak seorang pejabat yang merantau ke tanah Jawa. Chairil menghabiskan banyak waktunya untuk menulis puisi. Kecintaannya kepada puisi membuatnya menjadi inspirasi banyak teman di sekelilingnya. Seperti Afandi, M Yasin dsb. Ia berani mendefinisikan dirinya sebagai penyair dan berani menentang penyair lama dengan tulisan-tulisannya yang berani keluar dari zaman kala itu.

Dalam kacamataku, Chairil adalah seorang pelaku KDRT. Hahaha.. sarkasme sekali. Jika kalian menonton pertunjukan ini, betapa pilu hati melihat Hapsah. Istri sah yang tak diberi nafkah, ditinggalkan ketika hamil, tak pernah dibuat sebait puisi pun, dipanggil dengan sebutan 'gajah' karena fisik Hapsah yang bertubuh besar.

Terlepas dari kehidupan pribadinya bagiku, Chairil adalah inspirasi bagi banyak orang. Chairil adalah tonggak sejarah dalam sastra. Keberaniannya menungkapkan diri sebagai penyair menjadi titik penting bagi dunia sastra. Di era itu, Chairil menorehkan sejarah bahwa puisi menjadi salah satu alat paling berpengaruh dalam tonggak kemerdekaan. Tulisan-tulisannya menggobarkan semangat kemerdekaan dan menjadi inspirasi banyak seniman lainnya.


Mendefinisikan diri seutuhnya seorang penyair adalah hal paling berani yang pernah dilakukan Chairil. Sayangnya ia mati muda karena kehidupannya yang tidak teratur.

"Bila ada hal yang paling berbahaya di dunia ini, salah satunya adalah mencintai penyair"

Minggu, 19 Novermber 2017




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Persiapan SIMAK UI untuk Magister/Pascasarjana