Semenanjung Senja


‘Langit kadang tak mau menurunkan hujan, tapi selalu ada hujan lain yang tak berasal dari langit

Begitulah, tanpa layak kau di dera (Dee). Tak ada yang akan kita obati bersama. Tak ada luka disini. Tak ada kehilangan disini. Suara-suara telah kita habiskan bersama. Hanya bisu yang mengantarkan kita pada semenanjung senja kala itu. Untuk sebuah rasa yang datang pada akhir. Dan juga harus pergi pada saat yang sama. Mencoba merasai bersama, tak ingin satupun menyembunyikan suara-suara senja.

Ini kejujuran. Satu rasa yang berbeda. Dan kita belajar tak berdusta. Berdua tak menghabiskan rasa. Tak berdua juga begitu. Sama saja. Setitik rasa senja kala itu tiba-tiba hadir, karena kau selalu hadir dalam proses yang begitu panjang.

Jika ada tempat semenanjung senja, disitulah aku pernah mencoba menunggumu pulang. Ataupun menunggu kalimat-kalimat singkatmu kala aku terbangun. Kau juga pasti begitu. Ada rasa lain, tapi itu bukan kepastian. Ada semenanjung senja bersama tapi itu tak pernah kita sepakati sebagai tempat.

Kala aku berjalan, kulihat bukit setengah miring memberiku tanya, apakah senja akan kau lewati di semenanjung senja? Mampukah kau sendiri menunggu senja dan menghadapi jalanan dengan manusia-manusia aneh? Aku diam saja. Mungkin ini lebih baik. Ketika tak ada tangisan, hanya kali ini. ketika aku menuliskan ini saja. Aku rasa itu wajar.

---

Tulisan itu hanya pengantar saja. Penghantar ketika kau dan aku akan menjadi manusia mesin. Dan kita akan kehilangan semenanjung senja.  Ketika aku terbangun, aku berharap berada di sebuah sisi dalam semenanjung senja, yang pernah kurapikan sebagai akhir. Yang pernah kutiduri dan kuciumi wanginya seorang diri bersamanya. Kami sepakat, bahwa kami saling menerima satu sama lain. Walau dia hanya diam, tapi sebuah sisi di semenanjung senja memberiku isyarat kenyamanan lain.

Dia yang tak pernah berbohong. Memberiku kenyamanan dan tempat lain. Memberiku arti lain. Rasakan, aku hanya perempuan biasa saja, yang hanya mendapatkan tempat di ruang tertentu. Ketika aku hadir, aku juga dianggap sebagai proses kebersalahan dalam hidup. Seringkali aku tak ingin siapapun mengetahui, tapi aku tak pernah bisa berbohong. Sisi lain semenanjung senja memberiku arti. Kadangkala aku ingin disentuh rambutku oleh perempuan itu. Dan mungkin saja merengek memanja untuk meminta kemanjaan lainnya hingga aku terlelap.

Mungkin aneh. Mungkin saja tak pernah kau rasakan. Atau aku yang tak pernah tau arti merasai dan tak pernah merasai dari hati. Tapi kurasakan tempat itu. Aku sempat termenung saja kala tempat itu akan menjadi lain. Aneh sekali. Aku tak tau kau begitu merasakannya. Benar, itu hanya untukmu. Kupatri dengan derai air mata.

---

Sungguh kita tak begitu. Mesin-mesin merasuki diri kita sesungguhnya. Dan ketika aku bangun kali ini, akan kuakhiri. Tak akan ada lagi sarapan pagi seonggok kalimat aneh, yang membuat aku lupa pada pagi yang sesungguhnya. Ataupun malam yang aneh, ketika aku menatap dengan senyuman biasa yang kau anggap tak biasa. Ataupun jari-jarimu yang kukagumi adanya. Ataupun keringat-keringat yang kadang kala kurasakan tak pernah berbohong. Itulah alasan ketika aku memandangmu tersenyum. Mencari titik ketika kau tak berbohong pada tubuhku ataupun pada hatiku. Bahwa kau ada.

Terlebih bukan untuk hasrat yang lain. Ataupun harapan yang lain. Kadang aku lebih mencintai harapan-harapanmu yang tak pernah mati. Mencintai semua hidupmu yang sangat lain. Pilihan-pilihanmu yang berani menjadi hebat. Juga tentang cerita-ceritamu yang tak kunjung timbul.

Kau tak perlu tanya hatiku. Tak perlu kau tanya mengenai rasa. Apalagi mengenai laki-laki impian. Rasa dalam dentuman melodi mengingatkan aku, kau pernah ada disini kali ini. Cukup ini kusimpan dengan baik saja di hati, tapi tidak di senyuman yang tak pernah berbohong.

Senyuman ini, inilah rasa yang berbeda. Ketika merah menjadi kuning, dan aku mendefinisikan lain saja. Tak perlu kau tanya, setiap tubuh punya hal lain. Dan tak pernah kurasakan sama. Kau ada dan berbeda. Akan kulalui, sedikit berat saja. Mengenai definisi-definisi lainnya. Mengenai perempuan, ataupun mengenai agama kita masing-masing. Aku yakin, kita sama saja untuk sebuah senyuman. Hanya berbeda mendefinisikan mengenai senyumanku dan senyumanmu, Tuhanmu dan Tuhanku. Agamaku dan agamamu. Tak ada yang benar dan salah. Semua sama saja. Seperti ungkapan Tuhan dalam Kitab Alquran, tidak ada manusia yang sama, apapun alasannya.

Inilah awalnya. Kurasakan sakit jua, tapi tak mengapa, aku begitu kekeuh dengan pilihanku. Kuakhiri dengan kelegaan jiwa. Kau tak boleh sakit, karena dengan begitu aku mampu luluh. Dan menjadi tak berdaya.

---

Maaf, kalimat yang tak mengartikan apa-apa.  Maaf, denganmu harus kuputar jarum jam menjadi derajat lain. Sebuah nama, mengartikan lain. Aku tersentak kala itu. Mungkin saja ini awalnya. Ketika aku dengan lugas memanja padamu dan tak kupahami ataupun kuakhiri begitu saja.  Aku juga akhirnya masuk dan meminta cerita-ceritamu. Lalu, aku juga menceritakan secuil  ceritaku. Ini terasa seperti dongeng dan akan kuakhiri pertengahan tahun ini. Sebelum masa lain datang seperti ungkapan seseorang padaku kala bersamaku. Mungkin saja aku begitu.

Maaf aku tak ingin mengganti panggilanmu, tapi harus kulakukan untukmu. Kata itu bermagnet besar dalam rasa. Dan tak boleh satupun yang sama. Aku tau hatimu kala itu. Tak kan kulupa mengenai pantai di malam hari ataupun sebuah kecupan menyerobot di keningku ataupun sudut semenanjung senja yang pernah kau datangi dengan malu-malu.

Semenanjung senja mulai berpencar. Dan malam datang. Aku harus tau, bahwa pagi esok ketika aku terbangun lagi, inilah hidup dari sebuah cerita di semenanjung senja. Dan aku siap memulai hari esok dengan lebih baik. Mungkin itu akan melegakan sedikit hati manusia-manusia lainnya.

Seperti adegan bertahun lampau, yang telah kita lupakan bagaimana kita tertatih-tatih mengejanya. Dan menyukai setiap hal-hal baru yang dapat kita eja. Kembalilah pada masa itu. Rasakan, kebahagian yang tak biasa ketika mengeja sebuah kalimat baru.
Untukmu, ya hanya untukmu saja.


Pluto, 30 November 2010

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Persiapan SIMAK UI untuk Magister/Pascasarjana

Pertunjukan Perempuan-Perempuan Chairil