Surat Pertama

Lagu anyer 10 Maret mengiriku menulis di sudut kamarku. Aku sendiri menunggu seseorang datang. Sambil kelaparan aku berpikir bagaimana ini semua terjadi. Ketika aku mempercayaai seseorang aku malah menjadi semakin brutal saja.

Bukan kepercayaan pada masalahnya, tapi pada cinta yang membabi buta. Kelaparan seakan pilu menembus batas yang seharusnya menjadi sesuatu yang ada. Tapi nyatanya di hari libur, aku duduk sendiri. Tanpa teman. Tanpa kekasih hati. Kadang sesuatu menjadi indah jika dibayangkan, padahal nyatanya tidak seperti yang diduga. Awalnya semua menakutkan dan itu tak mengapa. Tandanya kita sebagai manusia berfikir dan menjadi manusia yang sesuangguhnya.

Ketika tulisan ini dibuat, lagu anyer 10 maret mengirinya. Tak tau ada apa. Tak ada kisah yang sangat khusus dengan lagu ini. Aku tak tau, rasanya tak asing di telinga. Saat ini sore kelam. Sunyi dan lelah.

Kemarin aku menyadari bahwa kau tak ada lagi disini. Biasanya diakhir minggu seperti ini kau ada menemaniku. Tidur di tempat tidurku dan aku sibuk menonton film-film kesukaanku. Kadang-kadang kita menghabiskan waktu seharian memasak ataupun membantuku membersihkan rumah, walau kau hanya duduk dan melihatku kelelahan.

Ini kisahmu yang pertama kutulis. Entah bagus atau tidak aku tak peduli.

----

Tanpa dirimu, rasanya ada yang hilang. Biasanya kau memarahiku dan sedikit keras denganku. Sehingga kadang-kadang aku terisak di belakangmu menahan. Di depanmu aku sering kali menjadi manusia super kuat. Dan jelas aku tak mau mengalah dengan argumenmu.

Kusadari kau telah pergi, tanpa sempat aku menulis tentangmu. Beberapa surat yang kukirim denganmu, aku yakin akan menajdi seperti surat-surat lainnya, yang pernah kubaca dan kucemburui adanya. Dan tentunya kau menyimpannya dengan rapi (sebenarnya kalimat ini hanya menyenangkanku saja).

Sebuah surat yang sangat aku cemburu tentangnya adalah surat dari negeri seberang, negeri yang aku sangat ingin sekolah dan hidup disana. Dan surat itu meruntuhkan semua impian tentang negeri impian. Begitu saja. Tapi begitulah aku apa adanya. Seakan mudah terhempas. Tapi ini kenyataan. Aku ada disitu.

Surat itu sangat singkat, tapi menimbulkan kesan yang sangat mendalam. Dan aku saat itu tak mampu rasanya membacanya. Aku terduduk di sudut kamarmu. Saat itu, kau tak ada. Dan tak menyakinkanku. Aku menangis kala itu.

Dan aku menamakannya surat konyol.

Semua runtuh. Negeri sakura pergi tak berbekas di pikiranku. Itu baru aku sadari setelah kau bercerita. Semua kecintaan terhadap negeri itu, hanya kamuflase semata setelah surat konyol itu tiba.
---

Sudut kamar ini menyisakan banyak kenangan yang tak akan terlupa. Tanpa dirimu, awalnya aku tak mampu bersuara. Namun, banyak sekali yang tak terungkap tentangmu. Hingga menuliskannya aku tak mampu. Kadang, bayangmu begitu mendekat kepadaku. Dan kau tak pernah tau. Tak ada masalah dengan yang terjadi sekarang. Tapi perasaanku tak menentu.

Aku pernah membuatkanmu roti bakar kesukaanku pada saat pertama bertemu denganmu. Membuat masakan yang tak pernah kau komentari. Dan selalu habis kau makan. Bahkan kadang-kadang dengan manjanya kau minta lagi denganku. Aku tak suka masak. Kau tau itu. Aku tak pintar masak. Kau paham itu.

Tapi seringkali naluriku berkata lain. Aku mampu melakukannya jika yang akan memakannya adalah kau. Dan aku mau meluangkan waktuku memasak untukmu.

Sudut kamar ini sekarang berbicara.
“dia pernah memindahkan beberapa barang tidak pada tempatnya. Dan kau seringkali mengomel padanya”. Aku tau jawabannya, kau akan dengan tersenyum mengambil barang tersebut dan meletakkannya di tempat yang biasa kuletakkan.

“kau tau, di sudut kamar ini kau menjadi dirimu. Dan kau hilang begitu saja. Kau kemana??”

Aku masih memegang janjimu, tetap seperti apa adanya.


Minggu, 25 Juli 2010

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Persiapan SIMAK UI untuk Magister/Pascasarjana

Pertunjukan Perempuan-Perempuan Chairil