Surat Kedua (Epilog Tak Bersuara)

Ketika aku menulis surat ini, aku sedang berada di kamar baru. Aku menamakannya Pluto. Kamar ini melukiskan kehidupan baru. Kamar ini biasa saja, dengan cat berwarna pink yang hampir pudar. Kamar ini hanya berbentuk 3x3 meter. Dan aku sudah mengembalikan beberapa barang kerumahku, karena aku rasa, kamar ini tidak akan lama menemaniku. Serta tidak akan cukup waktu untuk memberiku tempat yang nyaman, aman dan tentunya aku sukai dengan sangat.

Aku sangat rindu dengan beberapa bunga di kamar lamaku. Merekalah yang selalu menjadi temanku, saat kapanpun aku merasa ada dan tidak ada. Mereka tak pernah bohong. Secuilpun kepadaku. Apapun yang aku lihat, itulah keadaan mereka sebenarnya. Ketika berbunga, maka seperti itulah perasaannya padaku. Aku seringkali membuat mereka marah padaku, jika mereka tak mendapatkan perhatian dariku. Ataupun sedikit siraman air yang mereka butuhkan.

Seringkali aku berfikir bahwa aku tak mampu berkata seperti mereka, bunga di kamar lamaku. Dan aku berharap seseorang mengerti kemarahanku, dan memberikan aku cukup waktu untuk berbicara tanpa berkomentar sedikitpun. Layaknya aku mengajak bunga-bunga berbicara. Namun itu sulit sekali kudapatkan. Karena hanya orang-orang terpilihlah yang mampu melakukan ini. Dan aku ingin kau tau itu, saat ini ataupun nanti.

---

Ini tulisan keduaku. Aku hanya ingin menyampaikannya saja. Biar perasaanku lebih tenang. Tidak lebih. Karena ini sulit sekali dibicarakan. Seringkali kita berperang dalam kata-kata dan kita bertengkar dalam menghadapi sesuatu. Dan seringkali itu masalah yang biasa kita sebut bersama sebagai “masalah sepele”. (Kau juga sering menyimbolkan kalimat sepele dengan menjentikkan ibu jarimu yang beradu dengan jari kelengkengmu).

Jika aku sesenggukan menangis, kadang aku ingin sekali direngkuhmu dan dipelukmu. Tapi ego seringkali bercokol dalam diri kita, sehingga sulit sekali aku mengungkapkan seluruh hatiku padamu. Sehingga apapun yang terjadi, kadangkala aku lebih memilih berbicara pada bunga-bunga ketika kau tak ada. Mereka tak pernah bohong.

Bunga-bunga yang kau hantarkan merupakan bunga sederhana yang distigma karena bentuknya yang memanjang, Aku tak pernah lupa, kita tertawa terbahak-bahak karena bunga yang ada merupakan bunga yang kau sebut “pemalas”. Semuanya tak membutuhkan banyak air. Tetapi membuat aku bahagia. Di sudut kamar lamaku, kau membubuhi sewarna putih warna kesukaanku dan kau menuliskan representasi tentang diriku. Dia yang tak pernah bohong.

---

Aku selalu berbicara lewat mata. Lihat mataku, dan kau seharusnya tau, mata itu untukmu. Mataku untukmu tapi kau tak pernah membacanya. Aku tak tau bagaimana cara kau membaca. Setahuku kau bukan tuna netra, sehingga kau tidak membaca dengan huruf Braille untuk membaca mataku.

Mataku tak pernah bohong. Itu yang paling penting. Kadang, ucapanku dan gerak langkahku dapat berbohong. Tapi mata ini tak pernah berbohong. Begitu juga matamu. Matamu tak pernah bohong dan kau tak pernah menyembunyikan sesuatu dariku. Jika kau tak mau melihatku dan menatap mataku dengan seksama, saat itu aku tau kau sedang menutupi sesuatu yang tak ingin aku ketahui. Pertama itu tentangmu. Dan tak pernah aku ungkapkan kecuali saat ini.

Seringkali saat kau pergi, kedalaman perasaanku tak dapat diukur dengan sesuatu apapun. Kusuka caramu yang aneh, bukanlah sesuatu yang salah. Caramu pergi dan tak merepotkanku. Caramu memandangku sebagai feminist. Caramu memandangku sebagai perempuan dewasa. Caramu memandangku sebagai perempuan seutuhnya. Melepaskanku dari beban yang ada. Dan aku dapat memilih menjadi perempuan sesuka hatiku. Tak harus menggunakan sepatu high heels ataupun perlengkapan make up didalam tasku.

Ataupun jilbab yang menutupi seluruh rambut pirangku. Tidak juga dengan baju sedikit terbuka yang matamu tak pernah menjamahnya.

Aku menjadi perempuan sejati jika itu adalah kau. Tidak menyalahkan ketubuhanku atas prilaku ketidakdewasaan orang. Jika kau sedang pergi, tenang saja aku baik-baik saja. Dan kau jangan nakal.

---

Pergilah kau..

Dan aku tau, ketika lagu ini ada Lagu ini mampu mengungkapkan beberapa perasaan orang terhadapmu. Meluapkan semua kemarahan kepadamu sehingga akupun kadang terhanyut. Ketergantunganmu terhadap manusia bukanlah sebuah alasan untuk menyakiti siapapun. Karena dia dan aku juga manusia. Jika kau marah padaku tak usah kau ragu untuk meluapkan padaku. Yakinlah aku takkan berubah.

Kau tau, aku juga mati rasa ketika kau bersamanya. Ini lebih vulgar dari biasanya. Tapi inilah aku. Namun ini seperti bunga yang kuungkapkan kepadamu. Bahwa bunga tak pernah bohong. Perasaan dan kata maaf yang terucap, tak pernah main-main. Bukan karena ingin memiliki, karena memiliki bukan tugasku. Tapi karena memang berani mengakui adalah hal terbaik yang kau punya.

Aku tak mau dilukiskan dengan lagu apapun. Karena lagu hanya sepotong dari kehidupanmu. Aku pernah berkata padamu bahwa aku ingin kau mencintai pagi, seperti aku mencintai pagi. Bukankah itu sebuah kemunafikan? Aku yang mencintai pagi, bukan kau. Kau tak perlu memaksakan itu dalam hidupmu. Seperti itulah dengan lagu. Tak ada satupun lagu yang mampu melukiskan tentang aku, kau dan semua kehidupan kita. Karena mereka hanya sebait serpihan dalam ciptaan kita dalam perasaan yang sangat subjektif.

Karena aku perempuan, yang sesungguhnya memilihmu. Bukan kau. Dan kau harus memantaskan diri menjadi seorang pilihan terbaik. Itu saja. Tak lebih.

Pluto, 18 Agustus 2010

Komentar

Kartinaze mengatakan…
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Angger Wiji Rahayu mengatakan…
Terima kasih untuk respon dan komentarnya :)
memiliki memang bukanlah tugas kita sebagai manusia, karena Tuhan smua yang mempunyai semesta raya ini. Manusia juga bukan properti untuk dimiliki:)

semua orang punya perspektif berbeda-beda, tergantung dari mana cara kita memandang :)

Dan inilah caraku menulis :)

Nice to meet u :)
Kartinaze mengatakan…
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Angger Wiji Rahayu mengatakan…
Apapun itu, itu adalah pilihan dan kita harus mampu menanggung resiko dari pilihan itu :)

Tidak ada yang sama didunia ini.. Anak kembarpun akan memiliki perbedaan yang signifikan, walau tampak sama. (semoga kita bukan manusia yang hanya melihat cara berfikir dr representasi)

Itulah cara menikmati hidup yang sesungguhnya menurutku..

Postingan populer dari blog ini

Persiapan SIMAK UI untuk Magister/Pascasarjana

Pertunjukan Perempuan-Perempuan Chairil